Rabu, 14 Desember 2016

Makalah Sejarah Timbulnya Tasawuf (Unsur Yunani Dan Arab)



BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
       Tasawuf adalah aspek ajaran Islam yang paling penting, karena peranan tasawuf merupakan jantung atau urat nadi pelaksanaan ajaran-ajaran Islam. Ilmu tasawuf yang merupakan salah satu cabang ilmu yang di dalamnya mengandung berbagai permasalahan yang menyangkut dengan aqidah dan keimanan seseorang. Tasawuf mempunyai perkembangan tersendiri dalam sejarahnya, yang memunculkan pro dan kontra baik dari kalangan muslim maupun dikalangan non muslim. Mereka yang kontra menganggap bahwa tasawuf Islam merupakan sebuah paham yang bersumber dari agama-agama lain dan mendapat pengaruh-pengaruh asing seperti ajaran dan budaya luar Islam, antara lain ajaran agama Hindu, Budha, agama Persia, agama Yunani, agama Nasrani dan lainnya dalam pertumbuhan dan perkembangannya. Dalam makalah ini kami akan mencoba memaparkan sejarah timbulnya tasawuf unsur Yunani dan Arab serta perkembangan dan tokoh-tokohnya.
B. Rumusan Masalah
1        Apakah pengertian tasawuf?
2        Bagaimana sejarah timbulnya tasawuf (Unsur Yunani dan Arab)?
3        Bagaimana Pertumbuhan dan perkembangan tasawuf
C. Tujuan Penulisan
1        Untuk memenuhi tugas mata kuliah Akhlak Tasawuf
2        Untuk mengetahui pengertian Tasawuf
3        Untuk mengetahui sejarah timbulnya Tasawuf (Unsur Yunani dan Arab)
4        Untuk mengetahui Pertumbuhan dan perkembangan Tasawuf

BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Tasawuf
Dalam mengajukan teori tentang pengertian Tasawuf dapat ditinjau dari dua segi, yaitu:
         1.         Dari segi Etimologis
       Secara etimologis, pengertian dari tasawuf terdiri dari beberapa macam sebagai berikut:
        Pertama, Tasawuf berasal dari istilah yang dikonotasikan dengan “ahlu suffah” ( اَهل الصفة ), yang berarti sekelompok orang pada masa Rasulullah SAW. yang hidupnya diisi dengan banyak berdiam diserambi-serambi masjid, dan mereka mengabdikan hidupnya untuk beribadah kepada Allah SWT.
       Kedua, ada yang mengatakan tasawuf berasal dari kata “shafa’ ” ( الصفاء ), yang berarti orang-orang yang mensucikan dirinya dihadapan Tuhan-Nya.
            Ketiga, ada yang megatakan bahwa istilah tasawuf berasal dari kata “shaf” ( صف ), yang dinisbatkan kepada orang-orang yang ketika shalat berada di Shaf yang paling depan.
Keempat, ada yang mengatakan bahwa istilah Tasawuf dinisbahkan kepada orang-orang dari Bani Shuffah.
 Kelima, istilah taaswuf ada yang menisbahkannya dengan kata istilah bahasa Grik atau Yunani, yakni “Saufi” ( سوف )yang maknanya sama dengan kata “hikmah” ( حكمة ), yang berarti kebijaksanaan.
Keenam, ada juga yang mengatakan tasawuf itu berasal dari kata “shaufanah”, yang sebangsa buah-buahan kecil yang berbulu-bulu, yang banyak sekali tumbuh di padang pasir di tanah Arab, dan pakaian kaum sufi itu berbulu-bulu seperti buah itu pula, dalam kesederhanaannya.
Ketujuh, ada juga yang mengatakan tasawuf itu berasal dari kata “shuf” ( صوف ) yang berarti bulu domba atau wol.
Namun dari ketujuh kata tersebut yang paling dekat maknanya dengan tasawuf adalah kata yang ketujuh, yakni kata “shuf”, yang diakui oleh beberapa ulama, yakni Al-Kalabadzi, Asy-Syukhrawardi, Al-Qusyairi, dan lainnya, walaupun pada knyataannya, tidak semua kaum sufi yang memakai pakaian wol.[1]

2.  Dari segi Terminologis
     Pengertian tasawuf secara istilah menurut para ahli adalah sebagai berikut:
Al  Junaidi  Al  Baghdadi  (w.  297H.) yang menyebutkan, "Tasawuf adalah riyadhah (latihan) untuk  membersihkan  jiwa  dari  sifat-sifat  kebinatangan dan mengisinya dengan akhlak  mulia  melalui pelaksanaan ajaran agama yang benar dengan mengikuti apa yang disunnahkan Rasulullah saw.
           Menurut Syamnun ia menyatakan bahwa tasawuf adalah hendaklah engkau memiliki sesuatu dan tidak dimiliki sesuatu.
        Menurut Jamaludin kafie, tasawuf adalah wasilah (medium) yang ditempuh oleh seseorang mukmin melalui proses upaya dalam rangka menghakikatkan syari’at thariqat untuk mencapai ma’rifat.
   Menurut Muhammad Zaki Ibrahim tasawuf Islami mempunyai arti membersihkan diri (takhali) dari sesuatu yang hina, dan menghiasinya dengan sesuatu yang lebih baik untuk mencapai tingkat yang lebih dekat dengan Allah atau sampai pada maqam yang tinggi, baik lahir maupun bathin.[2]
            Pada masa Rasulullah dan masa sebelum datangnya Islam, belum dikenal istilah tasawuf. Para ahli sejarah sepakat munculnya istilah tasawuf pada abad kedua Hijriyah. Istilah sufi itu sendiri baru pertama kali digunakan oleh Abu Hasyim Al-Kufi (w.250 H/780 M) seorang zahid dari syria dengan meletakkan al-Sufi dibelakang namanya.
Istilah Tasawuf, yang dimaknai sebagai metode penyucian jiwa berarti sama dengan istilah Tazkiyat An-Nafs yang terdapat dalam Al-Quran. keduanya menyajikan pelajaran yang sama seperti yang terdapat dalam asketisme (zuhd), dan penyempurnaan Akhlak (ihsan). Semua istilah ini, dipergunakan pada masa Rasulullah, kemudian di definisikan secara luas dan diperhalus selaras dengan petunjuk Al-Quran dan hadits.[3]

A.      Sejarah Timbulnya Tasawuf (Unsur Yunani Dan Arab)
         1.         Unsur Yunani
        Kebudayaan Yunani, seperti filsafat telah masuk ke dunia Islam pada akhir Daulah Amawiyah dan puncaknya pada masa Daulah Abbasiyah ketika berlangsungnya kegiatan penerjemahan filsafat Yunani. Penerjemah-penerjemah tersebut bukan saja dari kalangan Islam tetapi juga dari kalangan agama lain seperti Yahudi dan Nashrani yang sebagian mereka pada saat itu bekerja sebagai penerjemah atau dokter atau yang lainnya di Daulah Abbasiyah. Dengan kegiatan penerjemahan itu, banyak buku-buku filsafat disamping buku buku lainnya, yang dipelajari umat Islam. Hal Ini dapat diartikan sebagai periode pengenalan umat Islam pada metode berfikir yang filosofis.
 Metode-metode berfikir filsafat ini juga turut mempengaruhi pola fikir sebagian orang Islam yang ingin berhubungan dengan Tuhan. Pada persoalan ini, boleh jadi tasawuf terkena pengaruh Yunani adalah tasawuf yang diklasifikasikan sebagai tasawuf yang bercorak filsafat. Hal ini dapat dilihat dari pikiran Al-Farabi, Al-Kindi, Ibnu Sina, terutama dalam uraian tentang filsafat jiwa. Demikian juga pada uraian-uraian tasawuf dari Abu Yazid Al-Busthami, Al-Hallaj, Ibnu Arabi, Syukhrawardi, dll.
Memang sulit dipungkiri bahwa dalam peradaban Islam terutama pada masa dua dinasti diatas, yakni ketika tengah berlangsungnya era penerjemahan, telah masuk faham-faham yang bersumber pada filsafat Yunani, misalnya filsafat mistiknya Pythagoras. Dalam filsafat mistiknya kita mendapati uraian Phytagoras yang mengatakan bahwa roh manusia bersifat kekal dan berada di dunia sebagai orang asing, jasmani merupakan penjara bagi roh. Kesenangan roh yang sebenarnya dialami pada alam samawi, dan manusia harus membersihkan kesenangan roh itu dengan meninggalkan hidup materi, yaitu zuhud, untuk selanjutnya berkontemplasi. Ajaran inilah menurut pendapat sebagian orang, yang mempengaruhi timbulnya zuhud dan sufisme dalam Islam.[4]
Ada juga yag mengatakan bahwa masuknya filsafat ke dunia islam melalui mazhab Paripatetic (lebih banyak masuk ke dalam bentuk skolastisisme ortodoks/kalam) dan Neo-Platonisme (masuk kepada dunia tasawuf). Ketika ajaran Neo-Platonisme ini berhasil menyusup kedalam tasawuf, hal pertama yang terjadi adalah penolakan terhadap keberbedaan benda-benda (ghairiyat) dari Allah. Dibawah pengaruh ajaran ini, bukan hanya timbul penolakan terhadap “hakikat” benda-benda dan “keberadaan benda-benda” (bid’ah dan ibahat), dari sini pula muncul klaim-klaim yang meniadakan syariat yang dikenal dengan “Nihilisme Syariat[5] yang ditentang oleh Imam Al-Ghazali (w. 505 H/1111 M) yang bagaimanapun Nihilisme Syariat sangat berbahaya karena dampaknya akan menyingkirkan kekuasaan aturan Islam. Aturan islam dianggap sebagai ajaran yang tidak sempurna sehingga ada anggapan untuk tidak mengikutinya bagi orang yang sempurna.

2.   Unsur Arab
 Untuk melihat bagaimana tasawuf berasal dari dunia Islam, pelacakan terhadap sejarah munculnya tasawuf  mengingat kehadiran Islam bermula dari daratan arab maka melacak sejarah perkembangan tasawuf, tidak hanya memperhatikan ketika tasawuf mulai dikaji sebagai ilmu, melainkan sejak zaman Rasulullah. Memang pada masa Rasulullah dan masa datangnya agama Islam, istilah tasawuf itu belum ada. Akan tetapi, tidak dapat disangkal lagi bahwa hidup seperti yang digambarkan dalam kalangan ahli-ahli sufi itu sudah ditemukan, baik pada diri Nabi Muhammad sendiri maupun pada diri sahabatnya. Sikap zuhud, misalnya, telah banyak ditananamkan oleh Rasulullah dan para sahabatnya dalam keseharian beliau.
Kalau dilihat sejarahnya, hidup zuhud telah ada sebelum munculnya Islam di tanah Arab. Oleh sebab itu untuk melihat sejarah tasawuf, perlu ditinjau perkembangan peradaban Islam sejak zaman Rasulullah. Hal ini karena pada hakekatnya kehidupan rohani telah ada pada diri beliau sebagai panutan agama. Kesederhanaan hidup dan upayanya menghindari bentuk kemewahan sudah tumbuh sejak Islam datang. Ini tergambar dalam kehidupan Rasulullah dan para sahabatnya yang berada dalam suasana kesederhanaan. Dengan demikian, pada abad pertama Hijriyah, orang Islam belum mengenal istilah tasawuf dan yang ada hanyalah benih-benih kezuhudan yang sudah ada sejak dalam kehidupan Rasulullah SAW.
Sikap-sikap Rasulullah dan para sahabat ini kemudian dipraktekkan pula oleh kaum sufi berikutnya. Para Tabi’in merupakan perintis dalam usaha sendiri-sendiri untuk mendekatkan diri kepada Allah tanpa melepaskan Al-Quran dan As-Sunnah sebagai pokok syari’at Islam.
C. Pertumbuhan dan Perkembangan Tasawuf Dalam Islam 
Pertumbuhan Tasawuf  Jauh sebelum lahirnya agama islam, memang sudah ada ahli Mistik yang menghabiskan masa hidupnya dengan mendekatkan diri kepada Tuhan-Nya; antara lain terdapat pada India Kuno yang beragama Hindu maupun Budha. Orang-orang mistik tersebut dinamakan Gymnosophists oleh penulis barat dan disebut Al-hukama’ul Uroh oleh penulis Arab. Yang dapat diartikan sebagai orang-orang bijaksana yang berpakaian terbuka. Hal tersebut dimaksudkan, karena ahli-ahli mistik orang-orang India selalu berpakaian dengan menutup separuh badannya.
Selanjutnya dapat dikemukakan beberapa nash yang mengandung ajaran tasawuf yaitu:
1)      Nash-nash al-qur’an, antara lain QS; Al-Ahzab ayat 41-42 yang artinya: : “ Hai orang-orang yang beriman berdzikirlah dengan menyebut nama Allah, dzikir yang sebanyak-banyaknya di waktu pagi dan petang”.
2)      Nash-nash hadits yang antara lain artinya berbunyi; ”Bersabda Rasulullah saw: Takutilah firasat orang-orang mu’min, karena ia dapat memandang dengan nur (petunjuk Allah). “ H.R.Bukhari yang bersumber dari Abi Sa’id Al-Khudriyyi.

Kehidupan Rasulullah saw yang menggambarkan kehidupan sebagai sufi yang sangat sederhana, karena beliau menjauhkan dirinya dari kehidupan mewah, yang sebenarnya merupakan amalan zuhud dalam ajaran Tasawuf. 

1. Perkembangan Tasawuf Beserta Tokoh-Tokohnya
a.       Pada Abad Pertama dan Kedua Hijriyah
1)      Perkembangan tasawuf pada masa sahabat Para sahabat juga mencontohi kehidupan Rasulullah yang serba sederhana, dimana hidupnya hanya semata-mata diabadikan kepada tuhannya.
  Beberapa sahabat yang tergolong sufi di abad pertama, dan berfungsi sebagai maha guru bagi pendatang dari luar kota Madinah, yang tertarik kepada kehidupan shufi, para sahabat-sahabat tersebut antara lain, Al-Khulafa Ar-Rasyidun, Salman Al-Farisiy, Abu Dzar Al-Ghifary, Ammar bin Yasir, Huzaidah bin Al-Yaman, dan Niqdad bin Aswad.
2)      Perkembangan tasawuf pada masa tabi’in Ulama-ulama sufi dari kalangan tabi’in adalah murid dari ulama-ulama sufi dari kalangan shahabat. Kalau berbicara tasawuf dan perkembangannya pada abad pertama, dengan mengemukakan tokoh-tokohnya dari kalangan sahabat, maka pembicaraan perkembangan tasawuf pada abad kedua dengan tokoh-tokohnya pula. Tokoh-tokoh ulama sufi Tabi’in antara lain; Al-Hasan Al-Bashry, Rabi’ah Al-Adawiyah, Sufyan bin sa’id Ats-Tsaury, Daud Ath-Thaiy, dan Syaqieq Al-Balkhiy.

b.      Pada Abad Ketiga dan Keempat Hijriyah.
1)      Perkembangan tasawuf pada abad ketiga hijriyah sudah pesat, hal ini ditandai dengan adanya segolongan ahli tasawuf yang mencoba menyelidiki inti ajaran tasawuf yang berkembang pada masa itu, sehingga mereka membaginya ke dalam tiga macam, yakni; Tasawuf yang berintikan ilmu jiwa, ilmu akhlaq dan Metafisika. Tokoh-tokoh sufi pada masa ini diantaranya; Abu Sulaiman Ad-Darany, Ahmad bin Al-Hawary Ad-Damasqiy, Abul Faidh Dzun Nun bin Ibrahim Al-Mishry, Abu Yazid Al-Bushthamy, Junaid Al-Baghdady, dan Al-Hallaj.
2)      Perkembangan tasawuf pada abad Keempat Hijriyah ditandai dengan kemajuan ilmu tasawuf yang lebih pesat dibandingkan sebelumnya, karena usaha maksimal para ulama tasawuf untuk mengembangkan ajaran tasawufnya masing-masing. Sehingga kota Baghdad yang hanya satu-satunya kota yang terkenal sebagai pusat kegiatan tasawuf yang paling besar dikota itu, tersaingi oleh kota-kota yang lainnya. Upaya untuk mengembangkan ajaran tasawuf diluar kota Baghdad dipelopori oleh tokoh sufi yang terkenal kealimannya, antara lain; Musa Al-Anshary; mengajarkan Ilmu Tasawuf di Khurasan (Persia/Iran), Abu Hamid bin Muhammad Ar-Rubazy; megajarkannya disalah satu kota di Mesir, Abu Zaid Al-Adamy; mengajarkannya di semenanjung Arabiyah, Abu Ali Muhammad bin Abdil Wahhab As-Saqafy; mengajarkannya di Nasaibur dan kota syaraz.

c.    Pada Abad Kelima Hijriyah
Disamping adanya pertentangan yang turun temurun antara Ulama sufi dengan ulama Fiqih, maka pada abad kelima ini, keadaan semakin rawan ketika berkembangnya mahzab Syi’ah ismaa’iliyah; yaitu suatu mahzab yang hendak mengembalikan kekuasaan pemerintahan kepada keturunan Ali bin Abi Thalib. Karena menganggapnya bahwa dunia ini harus diatur oleh imam, karena dialah yang langsung menerima petunjuk dari Rasulullah saw.
             Menurut mereka ada 12 imam yang berhak mengatur dunia ini yang disebut sebagai imam Mahdi, yang akan menjelma ke dunia dengan membawa keadilan dan memurnikan agama islam. Kedua belas imam itu adalah:
·         Ali bin Abi Thalib
·         Hasan bin Ali
·         Husein bin Ali
·         Ali bin Husein
·         Muhammad Al-Baakir bin Ali bin Husein
·         Ja’far shadiq bin Muhammad Al Baakir
·         Musa Al-Kazhim bin Ja’far Shadiq
·         Ali Ridhaa bin Kazhim
·         Muhammad Jawwad bin Ali Ridha
·         Ali Al-Haadi bin Jawwaad
·         Hasan Askary bin Al-Haadi
·         Muhammad bin Hasan Al-Mahdi[6]
d.   Pada abad keenam, ketujuh dan kedelapan Hijriyyah
1)      Perkembangan tasawuf pada abad keenam Hijriyah; para ulama yang sangat berpengaruh pada zaman ini adalah Syihabuddin Abul Futu As-Suhrawardy, dan Al-Ghaznawy (w. 545 H/1151 M).
2)      Perkembangan tasawuf pada abad ketujuh Hijriyah; ada beberapa ahli tasawuf yang berpengaruh di abad ini diantaranya; Umar Ibnul Faridh, Ibnu Sabi’in, dan Jalaluddin Ar-Rumy.
3)      Perkembangan tasawuf pada abad kedelapan Hijriyah; pada abad ini, tidak terdengar lagi perkembangan dan pemikiran baru dalam Tasawuf, meski banyak pengarang kaum sufi yang mengemukakan pemikirannya tentang Ilmu Tasawuf, namun kurang mendapat perhatian yang sungguh-sungguh dari umat Islam. Sengga nasib ajaran Tasawuf hampir sama dengan abad ketujuh Hijriyah. Pengarang-pengarang kitab pada abad ini, antara lain:
1)      Al-kisany; wafat tahun 793 H/1321 M.
2)      Abdul Karim Al-Jily; pengarang kitab “Al-Insanul Kamil”
e.    Pada abad kesembilan, kesepuluh Hijriyah dan sesudahnya.
Dalam beberapa abad ini, betul-betul ajaran tasawuf sangat sunyi di dunia islam, artinya nasibnya lebih buruk lagi dari keadaannya pada abad keenam, ketujuh dan kedelapan Hijriyyah. Factor yang menyebabkan runtuhnya ajaran tasawuf ini antara lain; ahli tasawuf sudah kehilangan kepercayaan di kalangan masyarakat islam. Serta adanya penjajah bangsa eropa yang beragama Nasrani yang menguasai seluruh negeri islam. Meskipun ajaran Tasawuf menyedihkan dalam empat abad diatas, masih terlihat adanya Ahli Tasawuf yang memunculkan ajarannya, dengan mengarang kitab-kitab yang memuat Tasawuf, antara lain:
1)   Abdul Wahhab Asy-Sya’rany (w. 973 H/1565 M), mengarang kitab “Al-Lathaiful Minan” (Kehalusan Hati);
2)   Abul Abbas Ahmad bin Muhammad bin Mukhtar At-Tijany (w. 1230 H/1815 M), ia sebagai pendiri Tarikat Tijani;
3)   Sidi Muhammad bin Ali As-Sanusy, sebagai pendiri Tarikat Sanusiyah;
4)   As-Syekh Muhammad Amin Al-Kurdi (w.1332 H/1914 M), pengarang kitab “Tanwirul Qulub Fi Muamalah ‘Allamil Ghuyub”, beliau termasuk pengikut Tarikat Naqsyabandiyah.


























BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Kesimpulan dari definisi-definisi yang dikemukakan para tokoh tentang Tasawuf, bahwa tasawuf adalah upaya atau jalan untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT melalui proses dan cara-cara tertentu agar mendapatkan kebahagian batin sehingga menghiasi diri dengan akhlakul karimah. Orang yang bertasawuf disebut sebagai sufi.
Tasawuf Islam itu benar-benar murni berasal dari tubuh Islam itu sendiri yang bersumber dari Alquran dan Hadis Nabi. Kita harus cermat, dan obyektif memandang suatu pengetahuan sehingga tidak terjadi salah paham yang dapat menyesatkan.
Mempelajari tasawuf memiliki banyak manfaat diantaranya di zaman yang modern saat ini Tasawuf dapat menyejukan hati, menentramkan jiwa dan menemukan makna hidup yang sesungguhnya ditengah pergumulan hidup sehari-hari. Buah dari tasawuf adalah akhlak yang mulia dan peningkatan iman sehingga kita dapat lebih dekat dengan Allah SWT dan dapat menyeimbangkan kehidupan dunia dan akhirat.
Imam malik berkata:
ومن تفقه ولم يتصوف فقد تفسق ومن تصوف ولم يتفقه فقد تزندق ومن تفقه وتصوف فقد توفق
“Barangsiapa yang yang berilmu fiqih, tanpa tasawuf, dia akan fasik; dan barangsiapa bertasawuf tanpa ilmu fiqih, dia akan kafir zindiq; dan barangsiapa berilmu fiqih dan bertasawuf, dialah yang tepat”

B. SARAN
    Kami menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangan, oleh karena itu kami menyarankan kepada teman-teman sesama mahasiswa untuk mencari informasi lain sebagai tambahan dari apa yang telah kami uraikan di atas.
DAFTAR PUSTAKA

Anwar, Rosihon dan Mukhtar Solihin. Ilmu Tasawuf. Pustaka Setia. Bandung. 2004.
Mustofa, H. A. Akhlak Tasawuf. Pustaka Setia. Bandung. 2005.
Syekh Muhammad Hisyam Kabbani. Tasawuf Dan Ihsan. Serambi Ilmu Semesta. Jakarta. 2007.
Muhammad Sariyansyah. Sejarah Ilmu Tasawuf dan Perkembangannya. http://islaminstituthere.blogspot.co.id/2014/10/sejarah-ilmu-tasawuf-perkembangannya.html




[1]Rosihon Anwar dan Mukhtar Solihin, Ilmu Tasawuf, ( Bandung: CV.Pustaka Setia,2004), hlm.9-10
[2]Muhammad Sariyansyah, Sejarah Ilmu Tasawuf dan Perkembangannya,  (http://islaminstituthere.blogspot.co.id/2014/10/sejarah-ilmu-tasawuf-perkembangannya.html), Di akses pada tanggal 2.oktober.2014.

[3] Syekh Muhammad Hisyam Kabbani, Taswuf Dan Ihsan, (Jakarta: Serambi Ilmu Semesta, 2007), hlm. 24
[4] Rosihon Anwar dan Mukhtar Shalihin, Op.Cit hlm.34
[5] Paham yang dibawa oleh sebagian kaum sufi yang merasa tidak memerlukan syariat lagi. Bagi mereka, syariat diperuntukkan bagi orang awam yang jauh dari Tuhan. Sedangkan kaum sufi merasa jiwanya sudah suci dan dekat dengan Tuhan (ibid, hlm.37)
[6] H.A. Mustofa, Akhlak Tasawuf, (Bandung : Pustaka Setia, 2005), hlm. 227

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Bahasa Arab

MAKALAH HIPOTESIS DAN ASUMSI

  MAKALAH Mata Kuliah: Metodologi Penelitian Bahasa Arab dan Sastra Arab HIPOTESIS DAN ASUMSI   BAB I PENDAHULUAN     A. Lat...