Minggu, 23 Juli 2017

Makalah Munada yang diMudhofkan dengan Ya' mutakallim pada Al-Quran/المنادى المضاف إلى ياء المتكلّم في القرأن الكريم



TUGAS INDIVIDU
Makalah 
Munada yang diMudhofkan dengan Ya' mutakallim pada Al-Quran

 المنادى المضاف إلى ياء المتكلّم في القرأن الكريم
 
Mata Kuliah: Nahwu








Segala puji bagi Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, hidayah dan ridho-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas individu ini dengan baik.  Pembuatan tugas ini bertujuan untuk memenuhi tugas mata kuliah Nahwu pada semester VI dengan temaالمنادى المضاف إلى ياء المتكلّم في القرأن الكريم”.
Tugas ini berisikan informasi mengenai hukum munada atau lebih khususnya menjelaskan berbagai contoh dari hukum munada yang mudhof atau yang bersandar pada dhomir ya’ mutakallim serta analisisnya. Tugas ini diharapkan dapat memberikan informasi dan menambah wawasan kepada pembacanya.
Penulis juga tak lupa mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu serta terlibat dalam proses penyusunan tugas ini, sehingga penulis dapat menyelesaikannya dengan baik.

Tangerang, 10 April 2017

        Penyusun
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...................................................................................           i
DAFTAR ISI..................................................................................................          ii
BAB I. PENDAHULUAN
A.   Latar Belakang Masalah..........................................................................          1
B.   Rumusan Masalah..................................................................................           2
      C.   Tujuan Penulisan....................................................................................           2
BAB II. PEMBAHASAN
A.   Pengertian Bahasa Munada...............................................................        3
B.   Munada mudhof kepada ya’ mutakallim pada Al-Quran.....................            4
A.  Kesimpulan.............................................................................................. 13        7
B.  Saran......................................................................................................         7
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................         8

BAB I
PENDAHULUAN
A.       Latar Belakang
    Ilmu nahwu adalah salah satu cabang ilmu bahasa arab yang bersumber dari Al-Quran. Salah satu pembahasan dalam Ilmu Nahwu adalah Munada  yang berfungsi untuk menyeru/memanggil sesorang, adapun huruf-huruf yang dipakai dalam menyeru/memanggil seseorang disebut huruf Nida’.
Di dalam Al-Quran, begitu banyak seruan/panggilan Allah kepada ummatnya untuk selalu mengingat Allah dengan menunaikan perintah-perintah-Nya dan menjauhi seluruh larangan-Nya. Jika diamati, seruan/panggilan yang ada dalam Al-quran adalah sumber adanya hukum Munada dalam ilmu Nahwu.
Oleh karena itu, berangkat dari pemasalahan tersebut, pemakalah tertarik mengambil beberapa rumusan masalah dibawah ini:

B.       Rumusan Masalah
                       1.         Apa pengertian dari Munada?
                       2.         Bagaimana contoh munada yang dimudhofkan kepada “Ya” Mutakalim pada al-Quran?
C.       Tujuan Makalah
                     1.            Untuk mengetahui Apa pengertian dari Munada;
                     2.            Untuk mengetahui Bagaimana contoh munada yang dimudhofkan kepada “Ya” Mutakalim pada al-Quran.






BAB II
PEMBAHASAN
A.       Pengertian Munada
Munada adalah kata benda (isim) yang disebut sesudah huruf dari salah satu huruf-huruf nida (seruan). Atau isim yang dipanggil atau disapa dengan mempergunakan huruf-huruf panggilan (huruf nida) agar yang dipanggil mendatangi atau menoleh kepada orang yang memanggil.[1]
المنادى هو اسم يذكر بعد يا أو إحدى أخواتها طلبا لإقبال مدلوله
 Munada adalah isim yang disebut sesudah “ya” atau salah satu akhwatnya, untuk meminta kehadiran orang yang dimaksud.” [2]
Sedangkan dengan pengertian yang lebih singkat disebutkan:
النِّدَاءِ[3] أَدَوَاتِ مِنْ أَدَاةٍ بَعْدَ يَقَعُ اِسْمٌ اَلْمُنَادَى
Atau dengan pengertian yang sama:
النِّدَاءِ[4] أَحْرُفِ مِنْ حُرُفٍ بَعْدَ يَقَعُ اِسْمٌ لْمُنَادَىا
“Munada adalah isim yang terletak setelah huruf dari salah satu huruf nida.”
تقديرا[5] أو لفظا أدعو مناب نائب بحرف اقبله المطلوب هو المنادى
Contohnya: لك هذا    اَنَّى مَرْيَمُ يَا قَالَ
Zakaria berkata: “Hai Maryam dari mana kamu memperoleh (makanan)ini?” (QS. Ali Imran :37)
Dalam ayat diatas, yang menjadi munada adalah kata مَرْيَمُ sedangkan huruf nida-nya (huruf seruannya adalah يَا .6
Huruf nida terbagi menjadi tujuh, yaitu: الهمزة ، يَا، أيَّا، هَيَا، وَا، أيُّ ، أيَتها/أيَهَا. Huruf-huruf nida ini dalam bahasa Indonesia sering diartikan dengan “hai atau wahai”. Adapun macam-macam munada dilihat dari i’robnya terbagi menjadi lima bagian:[6]
                          1.           Mansub apabila munada berupa mudhaf, syibhul mudhaf atau nakirah ghairu maqsudah. Dengan penjelasan sebagai berikut:
a)        Munada mudhaf, yaitu kata benda yang disandarkan kepada kata lain yang berperan sebagai munada. Dengan kata lain, munada-nya diidhafahkan. Contoh: يَا مَعْشَرَ الْجِنِّ قَدِ اسْتَكْثَرْتُمْ مِّنَ الْاِنْسِ.
b)        Munada syibhul mudhaf, yaitu kata benda yang mirip mudhaf yang berperan sebagai munada. Contoh: قَائِمًا اِجْلِسْ  يَا
c)        Munada nakirah ghairu maqshudah, yaitu kata benda (isim) nakirah yang tidak dimaksudkan seseorang. Contoh: اِجْتَهِدْ  يَارَجُلاً.

                          2.           Marfu’ apabila munadanya berupa mufrad ‘alam dan nakirah maqshudah. Dengan penjelasan sebagai berikut:
a)        Munada mufrad ‘alam yaitu kata benda nama ‘alam tunggal. Contoh: قَالَ يَا ادَمُ اَمْبِئْهُمْ بِأَسْمَآئِهِمْ. (QS. Al-Baqarah:33)
b)        Munada nakirah maqshudah, yaitu kata benda indefinitif (tak tentu) yang dimaksud. Contoh:
دَاوُدَ مِنَّا فَضْلاً ط يَاجِبَالُ اَوِّبِى مَعَهُ وَلَقَدْ اَتَيْنَا وَااطَّيْرَ. (QS. Saba’:10)
ابْلَعِى مَاءَكِ وَيَا سَمآءُ اَقْلِعِى وَقِيْلَ يَآاَرْضُ. (QS. Hud:44)
Tidak boleh mengumpulkan “ya” nida dengan “al”, karena akan menyebabkan berkumpulnya dua adat ma’rifat, kecuali pada tiga tempat, yaitu:
                     1.            Dalam keadaan dharurat nadhom, dalam contoh فَيَا الْغُلَمانِ اللَّذَانِ فَرَّا  #  إِيَّاكُمَا أَنْ تُعْقِبَنَا شَرًّا     Hai kedua pembantuku yang melarikan diri, hati-hatilah kamu berdua, jangan sekali-kali mendatangkan keburukan pada kami.
                     2.            Bersamaan dengan lafadz اللهُ. Hal ini diperbolehkan karena banyak digunakan dan boleh membaca qotho’ pada alif atau membuangnya (membaca washol) seperti: يَاالله 
                     3.            Pada jumlah yang dihikayahkan, Yaitu jumlah yang ada “al”nya dan dijadikan nama orang, seperti: يَاالرَّجُوْلُ مُنْطَلِقٌ, أَقْبِلْ                        
Selain dari ketiga tempat di atas, boleh mengumpulkan “ya” nida dengan “al” apabila:
                       1.         Terdapat lafadz berupa أَيُّهَا  (untuk mudzakar) dan أَيَّتُهَا  (untuk mu’annas) sebelum munada. Contoh: Hai manusia, Apakah yang telah memperdayakan kamu (berbuat durhaka) terhadap Tuhanmu yang Maha Pemurah.
                       2.         Terdapat isim isyarah sebelum munada. Contoh: يَا هَذِهِ الفَتَاةُيَا هَذَا الرِّجَالُ Kecuali apabila munada berupa lafadz jalalah seperti kalimat يَااَلله  tanpa menggunakan أَيُّهَا  dan هَذَا . Sehingga kebanyakan memanggil huruf nida.[7]
Hukum dari kedua tempat di atas adalah rofa’ dan juga boleh dibaca nashab.
B.       Munada yang Dimudhofkan Kepada “Ya” Mutakalim
Adapun Munada yang dimudhofkan kepada “ya” mutakalim terdiri dari tiga macam, yaitu:
                                 1.         Isim shohih akhir. Seperti berubahnya lafadz أب dan أم , maka “ya”mutakalim dibuang dan diganti dengan kasrah pada huruf sebelumnya. Contoh: يَا أُمِّ اِفتحِي البَابَ
                                 2.         Isim mu’tal akhir. Maka wajib menetapkan “ya” tidak boleh merubahnya. Contoh: يَافَتَاى, يَاحَامِى
                                 3.         Sifat shohih akhir. Maka “ya” wajib disukun atau difathah. Contoh:            يَامُكْرَمِىْ, يَامُكْرَمِىَ
Adapun contoh munada yang dimudhofkan pada ya’ mutakallim dalam Al-Quran:
         1.         وَاِذْ قَالَ مُوْسٰى لِقَوْمِهٖ يٰقَوْمِ اِنَّكُمْ ظَلَمْتُمْ اَنْفُسَکُمْ بِاتِّخَاذِكُمُ الْعِجْلَ فَتُوْبُوْآ اِلٰى بَارِئِكُمْ فَاقْتُلُوْٓا اَنْفُسَكُمْ  ؕ  ذٰ لِكُمْ خَيْرٌ لَّـكُمْ عِنْدَ بَارِئِكُمْ  ؕ  فَتَابَ عَلَيْكُمْ  ؕ  اِنَّهٗ هُوَ التَّوَّابُ الرَّحِيْمُ
“Dan (ingatlah), ketika Musa berkata kepada kaumnya: "Hai kaumku, sesungguhnya kamu telah menganiaya dirimu sendiri karena kamu telah menjadikan anak lembu (sembahanmu), maka bertaubatlah kepada Tuhan yang menjadikan kamu dan bunuhlah dirimu. Hal itu adalah lebih baik bagimu pada sisi Tuhan yang menjadikan kamu; maka Allah akan menerima taubatmu. Sesungguhnya Dialah Yang Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang." (QS. Al-Baqarah: 54)
Pada kalimat يٰقَوْمِ , huruf ya’ bersambung dengan isim shohih akhir dari kata asal يٰاقَوْمِي, yang menjadi munada adalah kata قَوْمِي sedangkan huruf nida-nya (huruf seruannya) adalah يَا. Adapun huruf ya’ mutakallim dihapus menjadi يٰقَوْمِ/ يٰاقَوْمِ
         2.         وَوَصّٰى بِهَآ اِبْرٰهٖمُ بَنِيْهِ وَ يَعْقُوْبُ  ؕ  يٰبَنِيَّ اِنَّ اللّٰهَ اصْطَفٰى لَـكُمُ الدِّيْنَ فَلَا تَمُوْتُنَّ اِلَّا وَاَنْـتُمْ مُّسْلِمُوْنَ  ؕ
"Dan Ibrahim telah mewasiatkan ucapan itu kepada anak-anaknya, demikian pula Ya'qub. (Ibrahim berkata): "Hai anak-anakku! Sesungguhnya Allah telah memilih agama ini bagimu, maka janganlah kamu mati kecuali dalam memeluk agama Islam". (QS. Al-Baqarah : 132)
Pada kalimat يٰبَنِيَّ , huruf ya’ bersambung dengan isim mu’tal akhir dari kata asal يٰا بَنِي + ي menjadi يَا بَنِيّ , yang menjadi munada adalah kata بَنِيَّ sedangkan huruf nida-nya (huruf seruannya) adalah يَا. Adapun huruf ya’ mutakallim tidak dihapus.
         3.         وَهِيَ تَجْرِيْ بِهِمْ فِيْ مَوْجٍ كَالْجِبَالِ وَنَادٰى نُوْحُ اۨبْنَهٗ وَكَانَ فِيْ مَعْزِلٍ يّٰبُنَيَّ ارْكَبْ مَّعَنَا وَلَا تَكُنْ مَّعَ الْكٰفِرِيْنَ.
“Dan bahtera itu berlayar membawa mereka dalam gelombang laksana gunung. Dan Nuh memanggil anaknya, sedang anak itu berada di tempat yang jauh terpencil: "Hai anakku, naiklah (ke kapal) bersama kami dan janganlah kamu berada bersama orang-orang yang kafir."
(QS. Hud : 42)

Pada kalimat  يّٰبُنَيَّ, huruf ya’ bersambung dengan isim mu’tal akhir dari kata asalيَا بُنَي + ي , yang menjadi munada adalah kata بُنَيَّ sedangkan huruf nida-nya (huruf seruannya) adalah يَا. Adapun huruf ya’ mutakallim tidak dihapus يَا بُنَيَّ

         4.         اِذْ قَالَ يُوْسُفُ لِاَبِيْهِ يٰۤاَبَتِ اِنِّيْ رَاَيْتُ اَحَدَ  عَشَرَ كَوْكَبًا وَّالشَّمْسَ وَالْقَمَرَ رَاَيْتُهُمْ لِيْ سٰجِدِيْنَ.
 “(Ingatlah), ketika Yusuf berkata kepada ayahnya: "Wahai ayahku, sesungguhnya aku bermimpi melihat sebelas bintang, matahari dan bulan; kulihat semuanya sujud kepadaku." (QS. Yusuf : 4)
Pada kalimat  يٰۤاَبَتِ, huruf ya’ bersambung dengan isim shohih akhir dari kata asal  يَااَبَتِي, yang menjadi munada adalah kata اَبَتِي, sedangkan huruf nida-nya (huruf seruannya) adalah يَا. Adapun huruf ya’ mutakallim dihapus menjadi يٰۤاَبَتِ / يٰا اَبَتِ .
         5.         قَالَ يٰبُنَيَّ لَا تَقْصُصْ رُءْيَاكَ عَلٰٓى اِخْوَتِكَ فَيَكِيْدُوْا لَـكَ كَيْدًا    ؕ  اِنَّ الشَّيْطٰنَ لِلْاِنْسَانِ عَدُوٌّ مُّبِيْنٌ.
“Ayahnya berkata: "Hai anakku, janganlah kamu ceritakan mimpimu itu kepada saudara-saudaramu, maka mereka membuat makar (untuk membinasakan) mu. Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagi manusia."  (QS. Yusuf : 5)
Pada kalimat  يّٰبُنَيَّ, huruf ya’ bersambung dengan isim mu’tal akhir dari kata asalيَا بُنَي + ي , yang menjadi munada adalah kata بُنَيَّ sedangkan huruf nida-nya (huruf seruannya) adalah يَا. Adapun huruf ya’ mutakallim tidak dihapus يَا بُنَيَّ
         6.         يٰعِبَادِ لَا خَوْفٌ عَلَيْكُمُ الْيَوْمَ وَلَاۤ اَنْتُمْ  تَحْزَنُوْنَ ۚ
"Hai hamba-hamba-Ku, tiada kekhawatiran terhadapmu pada hari ini dan tidak pula kamu bersedih hati”. (QS. Az-Zukhruf : 68)
Pada kalimat يٰعِبَادِ , huruf ya’ bersambung dengan isim shohih akhir dari kata asal يَاعِبَادِي , yang menjadi munada adalah kataعِبَادِي  sedangkan huruf nida-nya (huruf seruannya) adalah يَا. Adapun huruf ya’ mutakallim dihapus menjadi يٰعِبَادِ/ يَاعِبَادِ.
         7.         قُلْ يٰعِبَادِيَ الَّذِيْنَ اَسْرَفُوْا عَلٰٓى اَنْفُسِهِمْ لَا تَقْنَطُوْا مِنْ رَّحْمَةِ اللّٰهِ   ؕ  اِنَّ اللّٰهَ يَغْفِرُ الذُّنُوْبَ جَمِيْعًا    ؕ  اِنَّهٗ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ.
“Katakanlah: "Hai hamba-hamba-Ku yang malampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dia-lah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Az-Zumar : 53)
Pada kalimat يٰعِبَادِ , huruf ya’ bersambung dengan sifat shohih akhir dari kata asal يَاعِبَادِي , yang menjadi munada adalah kataعِبَادِي  sedangkan huruf nida-nya (huruf seruannya) adalah يَا. Adapun huruf ya’ mutakallim tidak dihapus, maka ya’ mutakallim wajib sukun atau fathah.

         8.         قُلْ يٰعِبَادِ الَّذِيْنَ اٰمَنُوا اتَّقُوْا رَبَّكُمْ    ؕ  لِلَّذِيْنَ اَحْسَنُوْا فِيْ هٰذِهِ الدُّنْيَا حَسَنَةٌ    ؕ  وَاَرْضُ اللّٰهِ وَاسِعَةٌ     ؕ  اِنَّمَا يُوَفَّى الصّٰبِرُوْنَ اَجْرَهُمْ بِغَيْرِ حِسَابٍ.
Katakanlah: "Hai hamba-hamba-Ku yang beriman. bertakwalah kepada Tuhanmu." Orang-orang yang berbuat baik di dunia ini memperoleh kebaikan. Dan bumi Allah itu adalah luas. Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah Yang dicukupkan pahala mereka tanpa batas.
(QS. Az-Zumar :10)
Pada kalimat يٰعِبَادِ , huruf ya’ bersambung dengan isim shohih akhir dari kata asal يَاعِبَادِي , yang menjadi munada adalah kataعِبَادِي  sedangkan huruf nida-nya (huruf seruannya) adalah يَا. Adapun huruf ya’ mutakallim dihapus menjadi يٰعِبَادِ/ يَاعِبَادِ.
         9.         رَبِّ هَبْ لِيْ مِنَ  الصّٰلِحِيْنَ.
 “Ya Tuhanku, anugrahkanlah kepadaku (seorang anak) yang termasuk orang-orang yang saleh”. (QS. As- saffat :100)
Pada kalimat رَبِّ , asal katanya يٰا رَبِّي , huruf ya’ bersambung dengan isim  shohih akhir, yang menjadi munada adalah kata رَبِّي sedangkan huruf nida-nya (huruf seruannya) adalah يَا. Adapun huruf nida’ dan huruf ya’ mutakallim dihapus menjadi رَبِّ
        10.        قَالَ رَبِّ اِنِّيْ  لَاۤ اَمْلِكُ اِلَّا نَفْسِيْ وَاَخِيْ فَافْرُقْ بَيْنَـنَا وَبَيْنَ الْـقَوْمِ  الْفٰسِقِيْنَ

“Berkata Musa: "Ya Tuhanku, aku tidak menguasai kecuali diriku sendiri dan saudaraku. Sebab itu pisahkanlah antara kami dengan orang-orang yang fasik itu." (QS. Al-Ma’idah :25)

Pada kalimat رَبِّ , asal katanya يٰا رَبِّي , huruf ya’ bersambung dengan isim  shohih akhir, yang menjadi munada adalah kata رَبِّي sedangkan huruf nida-nya (huruf seruannya) adalah يَا. Adapun huruf nida’ dan huruf ya’ mutakallim dihapus menjadi رَبِّ




BAB III
PENUTUP
A.            Kesimpulan
              Munada adalah isim yang dipanggil atau disapa yang disebut sesudah huruf dari salah satu huruf-huruf nida (seruan) agar yang dipanggil mendatangi atau menoleh kepada orang yang memanggil. munada terbagi menjadi lima.
Adapun Munada yang dimudhofkan kepada “ya” mutakalim terdiri dari tiga macam, yaitu:
                                 4.         Isim shohih akhir. Seperti berubahnya lafadz أب dan أم , maka “ya”mutakalim dibuang dan diganti dengan kasrah pada huruf sebelumnya. Contoh: يَا أُمِّ اِفتحِي البَابَ
                                 5.         Isim mu’tal akhir. Maka wajib menetapkan “ya” tidak boleh merubahnya. Contoh: يَافَتَاى, يَاحَامِى
                                 6.         Sifat shohih akhir. Maka “ya” wajib disukun atau difathah. Contoh:            يَامُكْرَمِىْ, يَامُكْرَمِىَ

B.            Saran
Kami menyadari bahwa tugas ini masih banyak kekurangan, oleh karena itu penulis menyarankan kepada teman-teman sesama mahasiswa untuk mencari informasi lain sebagai tambahan dari apa yang telah kami uraikan di atas.


DAFTAR PUSTAKA
Al-Qur’an Al-Karim

A. Rahman, Salimudin. 2004. Tata Bahasa Arab Untuk Mempelajari Al-Qur’an. Bandung: Sinar Baru Algesindo.
Al-Ghulayayni, Musthafa. 1439-2008. Jami’u Ad-Durus Al-Arabiyah. Beirut: Daar Al-Bayan.
Djuha, Djawahir. 1989. Tata Bahasa Arab (Ilmu Nahwu). Bandung: Sinar Baru.
Nikmah, Fu’ad. Mulakhos Qawaid Al-Lughah Al-Arabiyah. Damaskus: Daar Al-Hikmah.
Umam, Chatibul. Pedoman Dasar Ilmu Nahwu. Jakarta: Daarul Ulum Press, 2000.





[1] Salimudin A. Rahman, Tata Bahasa Arab Untuk Mempelajari Al-Qur’an, (Bandung: Sinar Baru Algesindo, 2004), h 215
[2] Djawahir Djuha, Tata Bahasa Arab (Ilmu Nahwu), (Bandung: Sinar Baru, 1989), h 171
[3] Fu’ad Nikmah, Mulakhos Qawaid Al-Lughah Al-Arabiyah, (Damaskus: Daar Al-Hikmah, ), h 81
[4] Musthafa Al-Ghulayayni, Jami’u Ad-Durus Al-Arabiyah, (Beirut: Daar Al-Bayan, 1439-2008), h 538
[5]Sahrotul Fitria, http://kalidanastiti-space.blogspot.co.id/2013/11/munada.html?m=1 diakses pada tanggal 13 April 2017 jam 16.28


[6] Chatibul Umam, Pedoman Dasar Ilmu Nahwu, (Jakarta: Daarul Ulum Press, 2000), h 256









1 komentar:

Bahasa Arab

MAKALAH HIPOTESIS DAN ASUMSI

  MAKALAH Mata Kuliah: Metodologi Penelitian Bahasa Arab dan Sastra Arab HIPOTESIS DAN ASUMSI   BAB I PENDAHULUAN     A. Lat...