TUGAS INDIVIDU
Makalah
Munada yang diMudhofkan dengan Ya' mutakallim pada Al-Quran
Makalah
Munada yang diMudhofkan dengan Ya' mutakallim pada Al-Quran
“المنادى
المضاف إلى ياء المتكلّم في القرأن الكريم”
Mata Kuliah: Nahwu
Segala puji bagi Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, hidayah dan
ridho-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas individu ini dengan baik. Pembuatan tugas ini bertujuan untuk memenuhi tugas
mata kuliah Nahwu pada semester VI dengan tema “المنادى المضاف إلى ياء المتكلّم في القرأن الكريم”.
Tugas
ini berisikan informasi mengenai hukum munada atau lebih khususnya menjelaskan
berbagai contoh dari hukum munada yang mudhof atau yang bersandar pada dhomir
ya’ mutakallim serta analisisnya. Tugas ini diharapkan dapat memberikan informasi
dan menambah wawasan kepada pembacanya.
Penulis
juga tak lupa mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu serta terlibat dalam proses penyusunan tugas ini, sehingga penulis
dapat menyelesaikannya dengan baik.
Tangerang, 10 April 2017
Penyusun
DAFTAR ISI
KATA
PENGANTAR................................................................................... i
DAFTAR ISI.................................................................................................. ii
BAB I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah.......................................................................... 1
B. Rumusan
Masalah.................................................................................. 2
C. Tujuan Penulisan.................................................................................... 2
BAB II. PEMBAHASAN
A. Kesimpulan............................................................................................. 7
B. Saran...................................................................................................... 7
DAFTAR
PUSTAKA................................................................................. 8
BAB I
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Ilmu
nahwu adalah salah satu cabang ilmu bahasa arab yang bersumber dari Al-Quran. Salah
satu pembahasan dalam Ilmu Nahwu adalah Munada
yang berfungsi untuk menyeru/memanggil sesorang, adapun huruf-huruf yang
dipakai dalam menyeru/memanggil seseorang disebut huruf Nida’.
Di dalam Al-Quran, begitu banyak
seruan/panggilan Allah kepada ummatnya untuk selalu mengingat Allah dengan
menunaikan perintah-perintah-Nya dan menjauhi seluruh larangan-Nya. Jika
diamati, seruan/panggilan yang ada dalam Al-quran adalah sumber adanya hukum
Munada dalam ilmu Nahwu.
Oleh karena itu, berangkat dari pemasalahan
tersebut, pemakalah tertarik mengambil beberapa rumusan masalah dibawah ini:
B. Rumusan Masalah
1.
Apa pengertian dari Munada?
2.
Bagaimana contoh munada yang
dimudhofkan kepada “Ya” Mutakalim pada al-Quran?
C. Tujuan Makalah
1.
Untuk mengetahui Apa pengertian dari Munada;
2.
Untuk mengetahui Bagaimana contoh munada
yang dimudhofkan kepada “Ya” Mutakalim pada al-Quran.
BAB II
PEMBAHASAN
PEMBAHASAN
A. Pengertian Munada
Munada
adalah kata benda (isim) yang disebut sesudah huruf dari salah satu huruf-huruf
nida (seruan). Atau isim yang dipanggil atau disapa dengan mempergunakan
huruf-huruf panggilan (huruf nida) agar yang dipanggil mendatangi atau menoleh kepada orang yang memanggil.[1]
المنادى
هو اسم يذكر بعد يا أو إحدى أخواتها طلبا لإقبال مدلوله
“Munada adalah isim yang disebut sesudah “ya” atau salah satu
akhwatnya, untuk meminta kehadiran orang yang dimaksud.” [2]
Sedangkan dengan pengertian yang lebih singkat
disebutkan:
Atau dengan pengertian yang sama:
“Munada adalah isim yang terletak setelah
huruf dari salah satu huruf nida.”
Contohnya: لك هذا اَنَّى مَرْيَمُ يَا قَالَ
“
Zakaria berkata: “Hai Maryam dari mana kamu
memperoleh (makanan)ini?” (QS.
Ali Imran :37)
Dalam ayat diatas, yang menjadi munada adalah kata مَرْيَمُ sedangkan huruf nida-nya (huruf seruannya
adalah يَا .6
Huruf nida terbagi
menjadi tujuh,
yaitu: الهمزة ، يَا، أيَّا، هَيَا، وَا، أيُّ ،
أيَتها/أيَهَا. Huruf-huruf
nida ini dalam bahasa Indonesia sering diartikan dengan “hai atau wahai”. Adapun
macam-macam munada dilihat dari i’robnya terbagi menjadi lima bagian:[6]
1.
Mansub
apabila munada berupa mudhaf, syibhul mudhaf atau nakirah ghairu
maqsudah. Dengan penjelasan sebagai berikut:
a)
Munada
mudhaf, yaitu kata benda yang disandarkan kepada kata lain yang berperan
sebagai munada. Dengan kata lain, munada-nya diidhafahkan. Contoh: يَا مَعْشَرَ الْجِنِّ قَدِ
اسْتَكْثَرْتُمْ مِّنَ الْاِنْسِ.
b)
Munada
syibhul mudhaf, yaitu kata benda yang mirip mudhaf yang berperan sebagai munada.
Contoh: قَائِمًا اِجْلِسْ يَا
c)
Munada
nakirah ghairu maqshudah, yaitu kata benda (isim) nakirah yang tidak
dimaksudkan seseorang. Contoh: اِجْتَهِدْ
يَارَجُلاً.
2.
Marfu’ apabila munadanya berupa mufrad ‘alam dan nakirah maqshudah.
Dengan penjelasan sebagai berikut:
a)
Munada
mufrad ‘alam yaitu kata benda nama ‘alam tunggal. Contoh: قَالَ يَا
ادَمُ اَمْبِئْهُمْ بِأَسْمَآئِهِمْ. (QS. Al-Baqarah:33)
b)
Munada
nakirah maqshudah, yaitu kata benda indefinitif (tak tentu) yang dimaksud.
Contoh:
دَاوُدَ مِنَّا
فَضْلاً ط يَاجِبَالُ اَوِّبِى مَعَهُ
وَلَقَدْ اَتَيْنَا وَااطَّيْرَ. (QS. Saba’:10)
ابْلَعِى مَاءَكِ وَيَا سَمآءُ اَقْلِعِى
وَقِيْلَ يَآاَرْضُ. (QS. Hud:44)
Tidak boleh
mengumpulkan “ya” nida dengan “al”, karena akan menyebabkan berkumpulnya dua
adat ma’rifat, kecuali pada tiga tempat, yaitu:
1.
Dalam
keadaan dharurat nadhom, dalam contoh فَيَا
الْغُلَمانِ اللَّذَانِ
فَرَّا # إِيَّاكُمَا
أَنْ تُعْقِبَنَا
شَرًّا Hai
kedua pembantuku yang melarikan diri, hati-hatilah kamu berdua, jangan
sekali-kali mendatangkan keburukan pada kami.
2.
Bersamaan
dengan lafadz اللهُ. Hal ini diperbolehkan karena banyak
digunakan dan boleh membaca qotho’ pada alif atau membuangnya (membaca washol)
seperti: يَاالله
3.
Pada
jumlah yang dihikayahkan, Yaitu jumlah yang ada “al”nya dan dijadikan nama
orang, seperti: يَاالرَّجُوْلُ مُنْطَلِقٌ, أَقْبِلْ
Selain dari
ketiga tempat di atas, boleh mengumpulkan “ya” nida dengan “al” apabila:
1.
Terdapat
lafadz berupa أَيُّهَا (untuk
mudzakar) dan أَيَّتُهَا (untuk
mu’annas) sebelum munada. Contoh: Hai manusia, Apakah yang telah memperdayakan
kamu (berbuat durhaka) terhadap Tuhanmu yang Maha Pemurah.
2.
Terdapat
isim isyarah sebelum munada. Contoh: يَا
هَذِهِ الفَتَاةُ – يَا
هَذَا الرِّجَالُ
Kecuali apabila munada berupa lafadz jalalah seperti kalimat يَااَلله tanpa
menggunakan أَيُّهَا dan هَذَا . Sehingga kebanyakan memanggil huruf nida.[7]
Hukum dari kedua tempat di atas adalah rofa’ dan juga boleh dibaca
nashab.
B.
Munada yang Dimudhofkan Kepada “Ya” Mutakalim
Adapun Munada
yang dimudhofkan kepada “ya” mutakalim terdiri dari tiga macam, yaitu:
1.
Isim
shohih akhir. Seperti berubahnya lafadz أب dan أم , maka “ya”mutakalim dibuang dan diganti
dengan kasrah pada huruf sebelumnya. Contoh: يَا أُمِّ
اِفتحِي البَابَ
2.
Isim
mu’tal akhir. Maka wajib menetapkan “ya” tidak boleh merubahnya. Contoh: يَافَتَاى, يَاحَامِى
3.
Sifat
shohih akhir. Maka “ya” wajib disukun atau difathah. Contoh: يَامُكْرَمِىْ, يَامُكْرَمِىَ
Adapun contoh munada yang dimudhofkan pada ya’ mutakallim dalam
Al-Quran:
1.
وَاِذْ قَالَ مُوْسٰى لِقَوْمِهٖ يٰقَوْمِ
اِنَّكُمْ ظَلَمْتُمْ اَنْفُسَکُمْ بِاتِّخَاذِكُمُ الْعِجْلَ فَتُوْبُوْآ اِلٰى
بَارِئِكُمْ فَاقْتُلُوْٓا اَنْفُسَكُمْ
ؕ ذٰ لِكُمْ خَيْرٌ لَّـكُمْ
عِنْدَ بَارِئِكُمْ ؕ فَتَابَ عَلَيْكُمْ ؕ
اِنَّهٗ هُوَ التَّوَّابُ الرَّحِيْمُ
“Dan (ingatlah), ketika Musa berkata kepada kaumnya: "Hai
kaumku, sesungguhnya kamu telah menganiaya dirimu sendiri karena kamu telah
menjadikan anak lembu (sembahanmu), maka bertaubatlah kepada Tuhan yang
menjadikan kamu dan bunuhlah dirimu. Hal itu adalah lebih baik bagimu pada sisi
Tuhan yang menjadikan kamu; maka Allah akan menerima taubatmu. Sesungguhnya
Dialah Yang Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang." (QS.
Al-Baqarah: 54)
Pada kalimat يٰقَوْمِ ,
huruf ya’ bersambung dengan isim shohih akhir dari kata asal يٰاقَوْمِي, yang menjadi munada adalah kata قَوْمِي sedangkan huruf nida-nya (huruf
seruannya) adalah يَا. Adapun huruf ya’ mutakallim dihapus menjadi يٰقَوْمِ/ يٰاقَوْمِ
2.
وَوَصّٰى بِهَآ اِبْرٰهٖمُ بَنِيْهِ وَ
يَعْقُوْبُ ؕ يٰبَنِيَّ اِنَّ
اللّٰهَ اصْطَفٰى لَـكُمُ الدِّيْنَ فَلَا تَمُوْتُنَّ اِلَّا وَاَنْـتُمْ مُّسْلِمُوْنَ
ؕ
"Dan Ibrahim telah mewasiatkan ucapan itu kepada anak-anaknya,
demikian pula Ya'qub. (Ibrahim berkata): "Hai anak-anakku! Sesungguhnya
Allah telah memilih agama ini bagimu, maka janganlah kamu mati kecuali dalam
memeluk agama Islam". (QS.
Al-Baqarah : 132)
Pada kalimat
يٰبَنِيَّ
, huruf ya’ bersambung dengan isim mu’tal akhir dari kata asal يٰا بَنِي + ي
menjadi يَا بَنِيّ , yang menjadi munada adalah kata بَنِيَّ sedangkan huruf nida-nya (huruf
seruannya) adalah يَا. Adapun huruf ya’ mutakallim tidak dihapus.
3.
وَهِيَ تَجْرِيْ بِهِمْ فِيْ مَوْجٍ
كَالْجِبَالِ وَنَادٰى نُوْحُ اۨبْنَهٗ وَكَانَ فِيْ مَعْزِلٍ يّٰبُنَيَّ
ارْكَبْ مَّعَنَا وَلَا تَكُنْ مَّعَ الْكٰفِرِيْنَ.
“Dan bahtera itu berlayar membawa mereka dalam gelombang laksana
gunung. Dan Nuh memanggil anaknya, sedang anak itu berada di
tempat yang jauh terpencil: "Hai anakku, naiklah (ke kapal) bersama kami dan
janganlah kamu berada bersama orang-orang yang kafir."
(QS. Hud : 42)
Pada kalimat يّٰبُنَيَّ, huruf ya’ bersambung
dengan isim mu’tal akhir dari kata asalيَا بُنَي + ي , yang menjadi munada adalah kata بُنَيَّ sedangkan huruf nida-nya (huruf
seruannya) adalah يَا. Adapun huruf ya’ mutakallim tidak dihapus يَا بُنَيَّ
4.
اِذْ قَالَ يُوْسُفُ لِاَبِيْهِ يٰۤاَبَتِ
اِنِّيْ رَاَيْتُ اَحَدَ عَشَرَ كَوْكَبًا
وَّالشَّمْسَ وَالْقَمَرَ رَاَيْتُهُمْ لِيْ سٰجِدِيْنَ.
“(Ingatlah), ketika Yusuf berkata kepada
ayahnya: "Wahai ayahku, sesungguhnya aku bermimpi melihat sebelas bintang,
matahari dan bulan; kulihat semuanya sujud kepadaku." (QS.
Yusuf : 4)
Pada kalimat يٰۤاَبَتِ, huruf ya’ bersambung
dengan isim shohih akhir dari kata asal يَااَبَتِي, yang menjadi munada adalah kata اَبَتِي, sedangkan huruf nida-nya (huruf
seruannya) adalah يَا. Adapun huruf ya’ mutakallim dihapus menjadi يٰۤاَبَتِ / يٰا اَبَتِ .
5.
قَالَ يٰبُنَيَّ لَا تَقْصُصْ رُءْيَاكَ
عَلٰٓى اِخْوَتِكَ فَيَكِيْدُوْا لَـكَ كَيْدًا
ؕ اِنَّ الشَّيْطٰنَ لِلْاِنْسَانِ
عَدُوٌّ مُّبِيْنٌ.
“Ayahnya berkata: "Hai anakku, janganlah kamu ceritakan
mimpimu itu kepada saudara-saudaramu, maka mereka membuat makar (untuk
membinasakan) mu. Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagi
manusia." (QS. Yusuf : 5)
Pada kalimat يّٰبُنَيَّ, huruf ya’ bersambung
dengan isim mu’tal akhir dari kata asalيَا بُنَي + ي , yang menjadi munada adalah kata بُنَيَّ sedangkan
huruf nida-nya (huruf seruannya) adalah يَا. Adapun huruf ya’ mutakallim tidak dihapus
يَا بُنَيَّ
6.
يٰعِبَادِ لَا خَوْفٌ عَلَيْكُمُ الْيَوْمَ وَلَاۤ
اَنْتُمْ تَحْزَنُوْنَ ۚ
"Hai hamba-hamba-Ku, tiada kekhawatiran terhadapmu pada hari
ini dan tidak pula kamu bersedih hati”. (QS.
Az-Zukhruf : 68)
Pada kalimat يٰعِبَادِ , huruf ya’ bersambung
dengan isim shohih akhir dari kata asal يَاعِبَادِي , yang menjadi munada adalah kataعِبَادِي sedangkan huruf nida-nya (huruf seruannya)
adalah يَا.
Adapun huruf ya’ mutakallim dihapus menjadi يٰعِبَادِ/ يَاعِبَادِ.
7.
قُلْ يٰعِبَادِيَ الَّذِيْنَ اَسْرَفُوْا
عَلٰٓى اَنْفُسِهِمْ لَا تَقْنَطُوْا مِنْ رَّحْمَةِ اللّٰهِ ؕ
اِنَّ اللّٰهَ يَغْفِرُ الذُّنُوْبَ جَمِيْعًا ؕ
اِنَّهٗ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ.
“Katakanlah: "Hai hamba-hamba-Ku yang malampaui batas terhadap
diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah.
Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya.
Sesungguhnya Dia-lah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS.
Az-Zumar : 53)
Pada kalimat يٰعِبَادِ , huruf ya’ bersambung
dengan sifat shohih akhir dari kata asal يَاعِبَادِي , yang menjadi munada adalah kataعِبَادِي sedangkan huruf nida-nya (huruf seruannya)
adalah يَا.
Adapun huruf ya’ mutakallim tidak dihapus, maka ya’ mutakallim wajib sukun atau
fathah.
8.
قُلْ يٰعِبَادِ الَّذِيْنَ اٰمَنُوا اتَّقُوْا رَبَّكُمْ ؕ
لِلَّذِيْنَ اَحْسَنُوْا فِيْ هٰذِهِ الدُّنْيَا حَسَنَةٌ ؕ
وَاَرْضُ اللّٰهِ وَاسِعَةٌ
ؕ اِنَّمَا يُوَفَّى الصّٰبِرُوْنَ
اَجْرَهُمْ بِغَيْرِ حِسَابٍ.
Katakanlah:
"Hai hamba-hamba-Ku yang beriman. bertakwalah kepada Tuhanmu."
Orang-orang yang berbuat baik di dunia ini memperoleh kebaikan. Dan bumi Allah
itu adalah luas. Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah Yang
dicukupkan pahala mereka tanpa batas.
(QS. Az-Zumar :10)
Pada kalimat يٰعِبَادِ , huruf ya’ bersambung
dengan isim shohih akhir dari kata asal يَاعِبَادِي , yang menjadi munada adalah kataعِبَادِي sedangkan huruf nida-nya (huruf seruannya)
adalah يَا.
Adapun huruf ya’ mutakallim dihapus menjadi يٰعِبَادِ/ يَاعِبَادِ.
9.
رَبِّ هَبْ لِيْ مِنَ الصّٰلِحِيْنَ.
“Ya Tuhanku, anugrahkanlah kepadaku (seorang
anak) yang termasuk orang-orang yang saleh”. (QS. As- saffat :100)
Pada kalimat رَبِّ , asal katanya يٰا رَبِّي , huruf ya’ bersambung dengan isim shohih akhir, yang menjadi munada adalah kata رَبِّي sedangkan huruf nida-nya (huruf
seruannya) adalah يَا. Adapun huruf nida’ dan huruf ya’ mutakallim dihapus menjadi رَبِّ
10.
قَالَ رَبِّ
اِنِّيْ لَاۤ اَمْلِكُ اِلَّا نَفْسِيْ
وَاَخِيْ فَافْرُقْ بَيْنَـنَا وَبَيْنَ الْـقَوْمِ الْفٰسِقِيْنَ
“Berkata Musa: "Ya Tuhanku, aku tidak menguasai kecuali diriku
sendiri dan saudaraku. Sebab itu pisahkanlah antara kami dengan orang-orang
yang fasik itu." (QS.
Al-Ma’idah :25)
Pada kalimat رَبِّ , asal katanya يٰا رَبِّي
, huruf ya’ bersambung dengan isim
shohih akhir, yang menjadi munada adalah kata رَبِّي sedangkan
huruf nida-nya (huruf seruannya) adalah يَا. Adapun huruf nida’ dan huruf ya’
mutakallim dihapus menjadi رَبِّ
BAB III
PENUTUP
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Munada adalah isim yang dipanggil atau disapa yang disebut sesudah huruf
dari salah satu huruf-huruf nida (seruan) agar yang dipanggil mendatangi atau menoleh kepada orang yang memanggil. munada terbagi menjadi lima.
Adapun Munada
yang dimudhofkan kepada “ya” mutakalim terdiri dari tiga macam, yaitu:
4.
Isim
shohih akhir. Seperti berubahnya lafadz أب dan أم , maka “ya”mutakalim dibuang dan diganti
dengan kasrah pada huruf sebelumnya. Contoh: يَا أُمِّ
اِفتحِي البَابَ
5.
Isim
mu’tal akhir. Maka wajib menetapkan “ya” tidak boleh merubahnya. Contoh: يَافَتَاى, يَاحَامِى
6.
Sifat
shohih akhir. Maka “ya” wajib disukun atau difathah. Contoh: يَامُكْرَمِىْ, يَامُكْرَمِىَ
B.
Saran
Kami menyadari bahwa tugas ini masih
banyak kekurangan, oleh karena itu penulis menyarankan kepada teman-teman
sesama mahasiswa untuk mencari informasi lain sebagai tambahan dari apa yang
telah kami uraikan di atas.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Qur’an
Al-Karim
A. Rahman, Salimudin. 2004. Tata
Bahasa Arab Untuk Mempelajari Al-Qur’an. Bandung: Sinar Baru Algesindo.
Al-Ghulayayni, Musthafa. 1439-2008.
Jami’u Ad-Durus Al-Arabiyah. Beirut: Daar Al-Bayan.
Djuha,
Djawahir. 1989. Tata Bahasa Arab (Ilmu Nahwu). Bandung: Sinar
Baru.
Nikmah, Fu’ad. Mulakhos Qawaid
Al-Lughah Al-Arabiyah. Damaskus: Daar Al-Hikmah.
Umam, Chatibul. Pedoman Dasar
Ilmu Nahwu. Jakarta: Daarul Ulum Press, 2000.
[1]
Salimudin A. Rahman, Tata Bahasa Arab Untuk Mempelajari Al-Qur’an,
(Bandung: Sinar Baru Algesindo, 2004), h 215
[2] Djawahir
Djuha, Tata Bahasa Arab (Ilmu Nahwu), (Bandung: Sinar Baru, 1989), h 171
[3] Fu’ad
Nikmah, Mulakhos Qawaid Al-Lughah Al-Arabiyah, (Damaskus: Daar
Al-Hikmah, ), h 81
[4]
Musthafa Al-Ghulayayni, Jami’u Ad-Durus Al-Arabiyah, (Beirut: Daar
Al-Bayan, 1439-2008), h 538
[5]Sahrotul
Fitria, http://kalidanastiti-space.blogspot.co.id/2013/11/munada.html?m=1 diakses pada tanggal 13 April 2017
jam 16.28
[6] Chatibul
Umam, Pedoman Dasar Ilmu Nahwu, (Jakarta: Daarul Ulum Press, 2000), h
256
[7] Ibid,
Sahrotul Fitria http://kalidanastiti-space.blogspot.co.id/2013/11/munada.html?m=1
mantanbb
BalasHapus