MAKALAH
“ ISTI’ARAH TAMTSILIYYAH ”
Mata Kuliah : Balaghoh
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah yang telah memberikan kita beribu-ribu nikmatNya, terutama nikmat Iman dan Islam serta nikmat sehat , sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas ini dengan baik. Kesejahteraan dan keselamatan semoga senantiasa dilimpahkan kepada Nabi Muhammad SAW. Manusia istimewa yang seluruh perilakunya layak untuk diteladani, yang seluruh ucapannya adalah kebenaran, yang seluruh getar hatinya adalah kebaikan.
Banyak kesulitan dan hambatan yang dihadapi dalam membuat tugas ini, tapi dengan semangat, serta arahan dan bimbingan dari berbagai pihak makalah berjudul ISTI’ARAH TAMTSILIYYAH dapat terselesaikan dengan baik. Dan penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Perempuan istimewa Ibu dan Ayah yang selalu mencurahkan kasih dan sayang tanpa pamrih
2. Dosen Pembingbing
3. Serta tak lupa pada semua teman-teman seperjuangan
Dan penulis berharap makalah ini dapat bermanfaat, khususnya bagi penulis sendiri dan umumnya bagi pembaca. Serta tak lupa penulis meminta kritik dan saran agar bisa lebih baik lagi.
Isti’arah Tamtsiliyyah الإستعارة التمثيليَة))
Isti’arah merupakan kata yang digunakan bukan pada tempatnya, di dalam ilmu balaghah ada dua macam isti’arah:
1. Isti’arah Ghair Tamtsiliyyah (الإستعارة غير التمثيليّة)
2. Isti’arah Tamtsiliyyah (الإستعارة التمثيليّة)
Isti’arah ghair tamtsiliyyah adalah kata yang digunakan bukan pada tempatnya, sedangkan yang dimaksud dengan isti’arah tamtsiliyyah adalah ungkapan atau kalimat yang digunakan pada tempatnya.
Dalam ilmu balaghah isti’arah tamtsiliyyah didefinisikan sebagai beriku:
الإستعارة التمثيليّة هي تركيب استعمل في غير ما وضع له لعلاقة مع قرينة من إرادة المعنى الحقيقي.
Isti’arah tamtsiliyyah adalah ungkapan atau kalimat yang digunakan bukan pada tempatnya karena ada ‘alaqah serta qorinah yang mencegah dari makna sebenarnya.[1]
Contoh 1: إنّك لا تجني من الشّوك العنب
Sesungguhnya engkau tidak akan memetik anggur dari pohon duri yang engkau tanam.
Ungkapan tersebut sama sekali tidak ditujukan kepada seseorang yang sedang menanam duri, sementara dia berharap dapat memetik atau menghasilkan anggur. Akan tetapi, ungkapan tersebut ditujukan kepada seseorang yang selalu berbuat keburukan, kemudian mengharap balasan baik.
Jika ada seseorang selalu berbuat keburukan, namun dia berharap balasan kebaikan kemudian dikatakan padanya ungkapan tersebut, berarti ungkapan tersebut digunakan bukan pada tempatnya.
Menggunakan ungkapan bukan pada tempatnya disebut isti’arah tamtsiliyyah. Situasi dan kondisi obyektif seseorang yang melakukan keburukan namun mengharap balasan kebaikan, merupakan qorinah atau penyebab yang menghalangi ungkapan tersebut, dari arti sebenarnya menjadi arti bukan sebenarnya. Dan antara seseorang yang melakukan keburukan namun mengharap balasan kebaikan dengan ungkapan tersebut memiliki ‘alaqah atau hubungan, hubungan yang dimaksud adalah hubungan kesamaan, yaitu sama-sama tidak mungkin.
Contoh 2: أنت ترقم على الماء
Anda mengukir di atas air.
Ungkapan tersebut sama sekali tidak ditujukan kepada seseorang yang sedang melakukan pekerjaan melukis di atas air. Akan tetapi, ungkapan tersebut tersebut ditujukan kepada seseorang yang sedang melakukan perbuatan atau pekerjaan yang tidak mungkin dicapai.
Jika ada seseorang yang melakukan sesuatu yang tidak mungkin tercapai, lalu dikatakan padanya ungkapan tersebut, berarti ungkapan tersebut digunakan bukan pada tempatnya.[2]
Jadi, suatu ungkapan atau kalimat yang digunakan bukan pada tempatnya karena memiliki qarinah serta ‘alaqah disebut dengan isti’arah tamtsiliyyah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar